Dalam komunitas (entah itu dalam skala kecil, sedang hingga yang luas dan ada kaitannya dengan organisasi) tentu akan ada saatnya kita berusaha memberikan yang terbaik demi kebaikan bersama. Yang saya pelajari dan saya mengerti saat ini, adalah bahwa saat kita memberikan yang terbaik untuk kebaikan bersama, semua itu haruslah dengan sepenuh hati dan benar-benar total. Yang mana dalam hal ini kita tak boleh memperhitungkan jerih lelah ataupun pengorbanan yang dilakukan.
Bukan menekankan sikap masokis yang membiarkan diri selalu menjadi tumpuan hingga seakan-akan hidup adalah untuk orang lain. Tetapi jika kita dapat berusaha dengan maksimal agar orang lain juga juga penuh dengan kesejahteraan bukankah itu berarti hidup kita adalah hidup yang berdampak?
Milikilah itu...
Tapi terkadang, hambatan terbesar dalam : Giving best for OTHER'S/TOGETHER'S SAKE adalah bahwa kita tidak dapat memahami orang lain. Sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi, saya belajar bahwa dalam menafsirkan orang lain, seseorang cenderung akan mempergunakan kerangka rujukan dan pengalamannya serta melihat persepsi dari sudut pandang yang SEPENUHNYA subjektif.
Jika ke-subjektifan seperti itu digunakan dalam konteks dimana kita bergaul dalam komunitas yang diisi oleh banyak anggota, masing-masing dengan latar belakang, pola pikir dan punya persepsi yang berbeda sehingga menyebabkan keragaman, maka kemungkinan besar, interaksi yang terjadi di dalamnya adalah KONFLIK.
Nah, untuk menghindarinya, kita perlu belajar untuk mengerti dan kemudian menghadapi setiap sikap orang. Keberagaman yang terjadi membuat kita harus berhati-hati menilai dan bertindak terhadap orang lain. Untuk itu, pahamilah seseorang dengan mentoleransinya....
Dengan begitu mungkin keselarasan yang semula hanya berasal dari toleransi akan berubah menjadi keselarasan mutual yang baik...
No comments:
Post a Comment