Hari ini, diselenggarakan Workshop Journalism di Universitas Kristen Petra. Workshop ini diselenggarakan oleh TVOne dalam rangkaian ulangtahun TVOne yang keempat.
Dalam workshop yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB itu, Grace Natalie dan Alfito Deannova yang adalah wajah-wajah TVOne dalam tahun-tahun terakhir ini hadir dan menjadi pembicara. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemberitaan TVOne seringkali menunjukan kompresi terhadap salah satu partai politik (dengan didasarkan pada pemilik TVOne yang adalah ketua umum partai Golkar).
Saat workshop baru dimulai, beberapa mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi tahun pertama mulai saling bertukar pendapat tentang apakah perlu pertanyaan tentang Konglomerasi Media disampaikan kepada para pembicara terkait pendapat mereka mengenai hal itu di Indonesia. Saya dan salah satu teman sempat ragu untuk bertanya demikian sebab kami berasumsi bahwa pertanyaan itu akan memberi kesan yang salah terhadap tamu kami.
Dengan sedikit dorongan, saya akhirnya menjadi penanya dan pertanyaan saya itu diterima langsung oleh Grace Natalie dalam sesi tanya jawab. Alfito Deannova akhirnya menjadi orang yang menjawab pertanyaan saya tersebut karena disini beliau lebih menjadi "orang" perusahaan ketimbang Grace Natalie.
Suatu hal yang membuat saya salut adalah bahwa para pekera media dari TVOne sangat sportif. Mereka (meskipun tidak dengan gamblang) mengakui bahwa Indonesia memang dipenuhi dengan praktek-praktek monopoly sudut pandang media yang diakibatkan adanya Konglomerasi Media. Bahkan jawaban dari Alfito Deannova yang mengatakan bahwa Konglomerasi Media dipakai oleh partai politik membuat saya yakin bahwa para pekerja TVOne pun mungkin tidak menyukai praktek seperti itu (terutama yang terjadi di institusi tempat mereka bekerja).
Setiap pekerja media tentunya memiliki semangat untuk menjadikan media yang mereka kerjakan, dapat menyediakan sesuatu yang berguna bagi khalayak. Tetapi Konglomerasi Media muncul karena untuk mampu membuat sebuah media (dalam hal ini TV) bertahan, dibutuhkan kemandirian finansial yang luar biasa baik. Di indonesia, hanya beberapa orang saja (sudah cukup jelas, siapa saja mereka) yang mampu membiayai semua kebutuhan media dan itu berarti mereka akan punya suatu hak untuk mengatur media yang menjadi milik mereka (yang mana hal itu jelas sangat tidak diperkenankan).
Dalam jawabannya, Alfito sempat menginformasikan bahwa Konglomerasi Media sendiri sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi dan itu berarti masih ada harapan untuk media-media tanah air terlepas dari belenggu Konglomerasi Media.
Soon or later, lets see.. and pray for the best !! ^^
Dalam workshop yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB itu, Grace Natalie dan Alfito Deannova yang adalah wajah-wajah TVOne dalam tahun-tahun terakhir ini hadir dan menjadi pembicara. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemberitaan TVOne seringkali menunjukan kompresi terhadap salah satu partai politik (dengan didasarkan pada pemilik TVOne yang adalah ketua umum partai Golkar).
Saat workshop baru dimulai, beberapa mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi tahun pertama mulai saling bertukar pendapat tentang apakah perlu pertanyaan tentang Konglomerasi Media disampaikan kepada para pembicara terkait pendapat mereka mengenai hal itu di Indonesia. Saya dan salah satu teman sempat ragu untuk bertanya demikian sebab kami berasumsi bahwa pertanyaan itu akan memberi kesan yang salah terhadap tamu kami.
Dengan sedikit dorongan, saya akhirnya menjadi penanya dan pertanyaan saya itu diterima langsung oleh Grace Natalie dalam sesi tanya jawab. Alfito Deannova akhirnya menjadi orang yang menjawab pertanyaan saya tersebut karena disini beliau lebih menjadi "orang" perusahaan ketimbang Grace Natalie.
Suatu hal yang membuat saya salut adalah bahwa para pekera media dari TVOne sangat sportif. Mereka (meskipun tidak dengan gamblang) mengakui bahwa Indonesia memang dipenuhi dengan praktek-praktek monopoly sudut pandang media yang diakibatkan adanya Konglomerasi Media. Bahkan jawaban dari Alfito Deannova yang mengatakan bahwa Konglomerasi Media dipakai oleh partai politik membuat saya yakin bahwa para pekerja TVOne pun mungkin tidak menyukai praktek seperti itu (terutama yang terjadi di institusi tempat mereka bekerja).
Setiap pekerja media tentunya memiliki semangat untuk menjadikan media yang mereka kerjakan, dapat menyediakan sesuatu yang berguna bagi khalayak. Tetapi Konglomerasi Media muncul karena untuk mampu membuat sebuah media (dalam hal ini TV) bertahan, dibutuhkan kemandirian finansial yang luar biasa baik. Di indonesia, hanya beberapa orang saja (sudah cukup jelas, siapa saja mereka) yang mampu membiayai semua kebutuhan media dan itu berarti mereka akan punya suatu hak untuk mengatur media yang menjadi milik mereka (yang mana hal itu jelas sangat tidak diperkenankan).
Dalam jawabannya, Alfito sempat menginformasikan bahwa Konglomerasi Media sendiri sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi dan itu berarti masih ada harapan untuk media-media tanah air terlepas dari belenggu Konglomerasi Media.
Soon or later, lets see.. and pray for the best !! ^^